pang jeujeuh nu maha heman
Kekayaan Ungkapan Sunda sebagai Medium Spiritual
Oleh Moeflich Hasbullah
Sebuah
Gusti Panineungan
Nun Gusti panineungan abdi
basa aya méga nu ayang-ayangan
basa langit béngras nutug nutup teuteup jeung pangharepan
basa langit biru kulawu nyingraikeun hujan
basa aya beungeut némbongan
beungeut nu embung paturay
lir Lengkung katumbiri nutug Leuwi
Nun Gusti panineungan abdi
basa suku Nincak sawah urut Dibuat
Tidak ada gambar yang dapat ditemukan di sini jika Anda melihat rabeng
jeunce beunceuh lir nu keur ulin ajrag-ajragan
basa piit jeung bondol ting keleber néang heucak panyésaan
aya séah angin na dapur awi
hiliwirna tandes ngunan
Duh Gusti
mangsa layure beureum tilem ti bai kulon
mangsa panon budak sakeudeung deui peureum
teu ngiceup-ngiceup ngajapapang nyangirah ngulon
Duh Gusti
panineungan abdi, panutan abdi
nu teu wéléh kadeuleu
jeung wéléh neuteup jeung neuleu
iraha Gusti… urang tepang deui ??
Sebuah

Salah satu puisi dari lima puisi yang menjadi pembuka Kitab Paradigma Hikmah Lima (PHL) ajaran Endang Somalia. Mungkin benar, seperti kata sastrawan Sunda, Kang Haji Usep Romli HM, dalam tinjauannya terhadap karya Sastra Endang Somalia dalam Majalah Mangle (No. 1995, hal. 16-17), yang artinya tidak sesuai dengan standar dan “pakem” perpuisian, perlu puisi Sunda. Tapi apa yang segera diambil dari puisi tersebut, sama dengan Kang Usep, adalah kentalnya merasakan penggunaan apresiasi Sunda buhun (kuno). Puisi itu mengurai kecintaan seorang hamba yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya. Puisi-puisi sufistik Sunda yang menggambarkan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya itu ada lima judul: Gusti Pangeran, Gusti Pangawulaan, Gusti Panyaluuhan, Gusti Pananggeuhan dan Gusti Panineungan.Selain itu ada lima lagi puisi yang menguraikan peserta untuk dimensi Tuhan yang berbeda yaitu: Nu Jadi Pangbalikan, Nu Jadi Pamuntangan, Nu Jadi Pangdeuheusan, Nu Jadi Panaheunan dan Nu Jadi Pamentaan.Puisi-puisi itu memiliki ciri khas yang sama yaitu kekentalan penggunaan puisi Sunda buhun. Siapakah Endang Somalia dan apakah kitab Paradigma Hikmah Lima (PHL)? Endang Somalia Dosen IAIN Sunan Gunung Djati kelahiran Subang Tahun 1956. Wafat April 2005. PHL adalah kumpulan ajarannya yang terdiri dari ilmu taubikhiyah yang hingga kini masih dikerjakan oleh penulis (saat ini baru 800 halaman). Nama Endang Somalia tidak dikenal dalam khazanah ahli bahasa dan sastrawan Sunda. Tapi membaca dan memperhatikan isi kitab itu, ternyata mengingatkan sastra Sunda Endang, tidak sembarangan. Coba lagi salah satu puisinya tentang Indung, berjudul Cinyusu Indung Keur Nu Hurung Nangtung:
Cinyusu Indung Keur Nu Hurung Nangtung
Anaking,
bruy bray béntang raweuy na gugunungan
ulang cika-cika reup bray dina mahkota
suku nincak hurung
ngaburicak
Bral anaking
caangan dunya nu poék mongkléng
lantéraan benci nu simpe jempe
sangkan caang mabra kamana-mana
ambéh léngkah suku teu kabawa Sakaba-kaba
Gur, seuneu geura hurungkeun
sangkan cai nyéngsréng dina sééng
suluhna satangkarak jagad
caina satungkebing langit
Kendi, geura leumpang anaking
geura salusur tirilik pasir pangreureuhan lambak
geura kuribeng leuweung nu peteng
geura papaés kahirupan nepi ka écés
geura peuraykeun cimata nu ngagenduk na juru panon
sangkan palid salaksa bebendon
Bral… bral anaking
hariringkeun dangding ka éling
geura suarakeun gending panyaring
Sama dengan tentang Tuhan, tentang Indung punung lima. Yang lain berjudul Cinyusu Indung Keur Nu Jucung, Cinyusu Indung Keur Nu Jadi Pangagung, Cinyusu Indung Keur Nu Nanjung, Cinyusu Indung Keur Pangjurung. Seluruhnya puisi itu baru diputar 20, tapi ungkara-ungkara Sunda baheula semacam itu banyak sekali tersebar di PHL. PHL ditulis, dikumpulkan dan diedit oleh penulis sendiri, sejak tahun 2002, agar pikiran-pikiran Endang Somalia terdokumentasikan menjadi karya yang menarik, penting dan dapat dibaca. Coba sungguh luar biasa: sebuah karya yang belum pernah ada sebelumnya. Sejak tahun 1995 penyakit diabetes mulai didiagnosis sejak tahun 1995 hingga sekarang. Badannya kurus, hanya berbaring, kalau bepergian digendong dan pergi kelumpuhan. Tapi sejak itu, ia memiliki kemampuan luar biasa: otaknya lebih cerdas, hati dan mata batinnya semakin peka dan tajam, tidak tidur (seperti orang biasa) sudah lebih banyak, dan diajarkan tak henti-hentinya ajaran-ajaran tentang kehidupan dan pemahaman Islam yang relatif baru. Sambil berbaring, ia mendiktekan ilmunya. Proses perekaman dan pembaharuan ilmu ini sudah berjalan dua tahun. Ketika menguraikan dan menambahkan salah satu masalah, ia akan berbicara 16 jam, kecuali makan dan shalat. Dalam kerangka peraturan, bagikan dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya, kini terbentuk komunitas kecil bernama Mata Air Bening Jama’ah Taushiyah Syaghafan yang rutin mengadakan pertemuan untuk mengkaji PHL.
Tampian Imah Pamiaraan
(1) Babi di betang nangtung betah usuk nahan kuluwung
(2) Raos tuang raos sidengdang, genah mulang ti pagawean
(3) Pare na keur sedeng beukah, lalab ngahunyud di pipir imah
(4) Tulang wesi huntu waja, pihatur resi mengatakan ning bujangga
(5) Rep sidakep beungeut nyanghareup, nyambut gawe nuturkeun karep.
Dari mana Endang punya kemampuan Sunda bernuansa baheula seperti itu, padahal tidak dikenal di kalangan para sastrawan Sunda? Wallahu’alam. Yang jelas, tidak diperoleh dari proses belajar sebelumnya. Ada perhatiannya pada sastra Sunda sejak mahasiswa, tetapi hanya sebatas membaca novel, tidak semendalam pengetahuan dan kemampuannya kini setelah ia sakit. Makanya, karya sastranya menjadi menarik untuk dikaji karena berbagai alasan: Pertama, menyimak penguasaan dan kemampuannya menggunakan dan menguraikan istilah-istilah dan memahami-memahami bahasa Sunda buhun menjadi bahasa simbol bahasa, merupakan satu kemampuan yang bermanfaat oleh para sastrawan Sunda karena angkatan baheula, Katakanlah sejak Haji Hasan Mustapa, hingga generasi baru sekarang. Kedua, karya Endang ini seperti menyimpan misteri beberapa abad ke belakang, di Sunda, ada seorang tokoh ulama tasawuf yang belum terungkap dalam sejarah, dan kini spiritual yang diturunkan dan dijelaskan ilmunya kepada Endang. Ketiga, dari karyanya terlihat seperti bahasa Sunda menyimpan kekayaan makna luar biasa dalam perlindungan simbol-simbol pengetahuan, kehidupan dan sipiritual, seperti kita akan melihat dari pembahasan tentang PHL di bawah ini.
Tentang Paradigma Hikmah Lima
Buku PHL terdiri dari 200 halaman lebih (belum selesai), berisi sekitar 600 topik / masalah. Satu topik yang dibahas dan disetujui. Karena semua topik ini berisi ajaran tentang berbagai bidang maka topik-topik ini disebut sebagai ajaran. Ajaran-diskusi yang topiknya sama (membahas tentang cinta, tentang bisnis, hubungan orang tua anak, rumah tangga, kepemimpinan, hubungan kebebasan, cara menggunakan uang, pergaulan, cara mengumpulkan Al-Qur’an, sunan dan kewalian, musibah, kegiatan politik, nasehat, kebebasan dan pesan, keadilan, taubat, kematian, tujuan amal, kelompok manusia menurut Al-Qur’an, cara kenempatkan kenabian, keimanan, udara khasiat, utang, dzikir dan lain-lain), dikelompokkan dan ditampilkan 80 kelompok pengajaran. Setiap ajaran selalu berisi lima buah konsep. Jadi Keseluruhan sekitar 600 aturan dan 3000 konsep / istilah. Indonesia, Inggris, Arab dan Sunda. Jumlah masing-masing konsep: Indonesia 750, Inggris 30, Arab 60 dan Sunda 1.260. Dari seluruh konsep / istilah baru sekitar 10% yang berhasil dituliskan penjelasannya. Ada yang tersirat di sini, yaitu karya yang cukup dipahami. Menyusun dan merangkai 3000 istilah itu adalah kemampuan luar biasa. Selain seluruh istilah yang tidak sama, semuanya memiliki masing-masing definisi / penjelasan yang berbeda dan konsisten. Kemudian, setiap topik selalu terdiri dari lima konsep / istilah. Tampak kuat, sehingga karya ini tidak mungkin dikerjakan tanpa keistimewaan. Jika seseorang sengaja berniat menyusun susunan seperti itu, dengan jumlah ribuan, dikerjakan dengan kesadaran manusia biasa atau “orang kebanyakan,” kecil kemungkinannya akan berhasil. Lebih banyak istilah yang bernuansa pantun, yaitu bunyi ujung katanya sama (Sunda: sejenis paparikan).
Kekayaan Ungkapan Bahasa Sunda
Yang ingin diinformasikan dan ditelaah di sini adalah khusus konsep-konsep / istilah khusus untuk Sunda yang memuat sekitar 1.260 itu. Diharapkan informasi ini menarik dan menjadi inspirasi serta penting bagi para ulama senior Sunda dan ahli bahasa / sastra Sunda untuk kajian selanjutnya. Selain 15 lebih karya puisi Sundanya, Endang Somalia menggunakan ungkara-ungkara ( pemahaman-pemahaman dan istilah Sunda buhun) menjadi konsep-konsep yang menyimpan kekayaan makna dan tingkat bahasa Sunda yang luar biasa tentang berbagai agama dan kehidupan. Ini bisa menjadi pegangan pengajaran kehidupan bagi urang Sunda.
Istilah-istilah yang diungkap di bawah ini tidak akan ditulis dengan penjelasannya karena disetujui tempat. Misalnya, ada lima tantangan yang harus dihindari oleh seorang Muslim jika sedang berusaha meningkatkan keimanannya: Heheotan, tutunggulan, tatabeuhan, balakecrakan, eak-eakan . Ada lima hal yang harus dipikirkan untuk menyelesaikan pengajaran Nabi: Sabisana, salobana, sakabedagna, sahinasna, sarasana. Lima ketidaksempurnaan orang dalam menyelesaikan Al-Qur’an: Noel, coel, newel, bedel, bordel. Cara menghadapi serangan orang-orang yang derajat dan kelakuannya seperti binatang: Dijekok ngarah dekok, dibekok ngarah mabok, dibelok ngarah colohok, disodok ngarah kapok, ditarok ngarah kerok.Ada lima hal untuk mengukur kaulitas ibadah seseorang: Manjing, jinjing, nguriling, meuting, geuing. Durasi kegiatan ibadah manusia ada lima: Tatapa, beunta, meta, kersa, seba. Nilai-nilai yang ada dalam ritual ibadah shalat ada: Nangtung, bengkung, munjung, menekung, papayung. Sementara itu, Muslim yang mengaku sebagai Muslim tetapi dia tidak mengerjakan shalat adalah: Ngaji teu jeung pangajina, nguji teu jeung pamatrina, ngajen teu jeung pangajena, beberes teu jeung roesna, gumantung teu jeung gantungananan. Ibadah haji mengandung lima simbol yang harus diperhatikan: ditingker (thawaf), diuber (sa’i), disengker (tahalul), dadu (jumrah), dipager (ihram).Bentuk-bentuk bantuan sesuai kemampuan, ada: rieus, giles, pites, peres, sudut. Ciri-ciri mengapa amal telah berada dalam ridha Tuhan: Reureuh jeung peureuhna, akal jeung akeulna, beubeureuh jeung deudeuhna, keukeuh jeung peuteukeuhna, nyeuseuh jeung seubeuhna. Nilai-nilai yang terkandung dalam istilah fastabiqul khairat: nyambat, nguliat, ngorejat, mesat, lumpat . Jenis-jenis rizki yang menyebar di antara manusia: rizki balarea, rizki sarerea, rizki lir sagara, rizki nu ngamuara, rizki nu nyaliara. Pemenuhan kebutuhan orang yang harus ditolong: pangaruh, pangaweruh, pangabutuh, pamatuh, pameruh . Tampilkan orang lain yang tidak boleh ada tentang kita:ulah pikasieuneun, ulah pikaeraeun, ulah pikarunyaeun, ulah pikageuleuheun, ulah parabeun. Situasi pergaulan yang harus dihindari karena akan mencelakan dirinya: Ngeplok, recok, nyeblok, ngelok, tamplok. Respon-respon yang bisa dilihat untuk melihat kualitas seseorang: ukur ngorejat, ukur nguliat, ukur penyeumbat, ukur sasambat, ukur hajat. Kriteria orang yang tidak boleh dijadikan sahabat: sulit ati belang bayah, belik benci nepi ka siwah, panasaran nepi ka owah, hirup ceuyah tapi awuntah, kuduna leah kalahkah seah. Ada lima strategi yang menantang orang yang berniat buruk pada kita: cikur, cokor, ceker, cakar. Kelompok orang-orang yang harus dibantu:cupak-capek, kudak kadek, tuak-taek, kulat-kelet, rurat reret. Lima aliran pemikiran Islam yang abadi: Kotret, potret, pelet, luut-leet, atret. Hal-hal yang harus dinantikan para ilmuwan untuk menghidupkan kembali: deuk kumawula, deuk mirosea, deuk miriksa, deuk miraksa, deuk milara. Sikap mental yang harus dibangun dalam pasangan kerja: gayung-gentong, kelentrung lodong, wuwung payung, gantung kalung, hurung nangtung. Tingkat pencapaian Prestasi kerja ada lima: unggut kalinduan, gedag kaanginan, baseuh kahujanan, garing kapanasan, leumpeuh kapiuhan. Pandangan seorang Muslim terhadap lingkungan terbagi ke dalam lima wilayah:tegal pangperangan, tegal pepelakan, tegal pangangonan, tegal pangulinan, tegal paniisan. Lima wilayah melampaui ajaran Tuhan oleh manusia: birahi, nganyenyeri, ngarurugi, nyiliwuri, rajapati. Tingkat-tingkat kebenaran itu ada lima: patok, kolotok, borontok, osok, suksok. Jaminan Kemuliaan Hidup Bagi Orang yang Mendapat Petunjuk: tawur agung, aji luhung, tingkeb payung, paseuk gunung, sanggup tarung. Karena yang akan dirasakan bila salah memperlakukan benda: nolol, magol, ngarengkol, mengkol, ngageol. Masalah rumah tangga selayaknya pindah melalui tahapan-tahapan: tamas, rimasbas, pulas, papas, abdas. Sebuah pertentangan dan pertengkaran harus segera diselesaikan:lamun seuneu geus ngebela-bela, lamun cain geus semet dada, lamun angin geu meunggaskeun kalapa, lamun dor dar darurat geus karasa, lamun mahluk durjana geus sakaba-kaba. Ciri-ciri benarnya agama dalam konsep kehidupan: gampang, hampang, nimbang, beunang, baranang. Perasaan yang dirasakan saat seseorang menerima kebenaran agama: urug, nyurug, nutug, nyentug, ngurug. Syarat perilaku seorang pemimpin: mun tali jeung asihna, mun mulus jeung banglusna, mun sehat jeung tabe’atna, mun anggang jeung deukeutna, mun jangji jeung paheutna. Metoda pendidikan Khidir ke Musa: deuleukeun, regepkeun, tengetkeun, rarasakeun, tarjamahkeun. Wilayah-wilayah cinta yang dirasakan:kapi ati, genah ati, ngeunah ati, kabeuli ati, kabeulit ati. Ciri-ciri orang yang perlu diwaspadai saat kita bergaul menarik: nangkeup mawa eunyeuh, euweuh tinggal geugeuleuh, huap kalah teu seubeuh, pangjeujeuh kalah paciweuh, reup peureum kalah ka cileuh.
Di atas sedikit konsep-konsep atau istilah Sunda yang menyimpan makna yang mengelola tentang berbagai masalah. Sisanya, masih ribuan, ditulis dalam kitab PHL. Endang Somalia menjelaskan menjelaskan konsep-konsep atau istilah-istilah tersebut melampaui kepala. Darimana dan bagaimana Endang sanggup menyusun istilah itu dengan penjelasannya yang konsisten? Wallahu ‘alam. Pada banyak topik, konsep-konsep itu tidak membentuk istilah-istilah atau kata, tetapi mendukung yang cukup sulit untuk dipahami oleh generasi orang Sunda kiwari. Misalnya, konversi orang-orang yang menentang dan tindakannya merusak agama:
1. Pelentung suung nandé panyawéran, rarancak hiber nantang cihujan.
2. Lengkung asiwung sapasi bulan na, jungkiring gunung papak mégana.
3. Undur-undur ngaliang ditétéang, awak pondok dipanjang-panjang.
4. Jalan nanjak seunggah mudun na, péngkolan jadi pananyaanana.
5. Gawé teu metu dirawu dipangku, ucap teu nyata dipuja didama-dama.
Atau tafsir taubihiyah terhadap ayat “wala takfu laisa laka bihi ilmun” ):
1. Éngkang-éngkang napak sancang, belut mubuy kudu di kukuy.
2. Leuwi jero kerelep séro, leuwi déét meri nu récét.
3. Turub-turub gunung urug, mega peuray caina nyurug.
4. Walet nyayang patétéép, jelegur lambak batu na séép.
5. Bajing diberik lumpatna tarik, naheun bubu hurang ngabentrik.
Diperlukan, artinya ribuan istilah (Indonesia, Inggris, Arab dan Sunda) yang semuanya berfungsi sebagai simbol-simbol. Simbol-simbol kata itu menyimpan dan menjelaskan suatu masalah. Proses simbolisasi terbentuk dari fokabulari apa saja yang hidup dalam masyarakat, tetapi kompilasi memutuskan, simbol kata itu memiliki perdebatan sosial-filosofis-kultural dengan kehidupan secara umum. Berkenaan dengan bahasa Sunda, ada lima keistimewaan di sini: Pertama, kemampuan menguasai jumlah fokabulari / kata Sunda, dilengkapi Sunda buhun. Kedua, kemampuan menginventarisir dan menyusun simbol-simbol kata itu menjadi pola yang tetap mendukung lima. Ketiga, ribuan kata-kata itu ujungnya berbunyi sama (mirip pantun atau paparikan). Keempat, mengerti seluruh penjelasan-penjelasan istilah itu secara keseluruhan. Kelima,
Komparasi dan Penempatan
Lewat karyanya ini, Endang Somalia, menurut hemat penulis, sedang mempersiapkan baru atau menyusun ajaran baru tentang memahami Islam dan kehidupan yang disetujui para ulama atau para pemikir Islam zaman dulu telah merintisnya melalui bantuan yang dibuatnya masing-masing. Ajaran Endang –yang urang Sunda modern ini — dibangun melalui pola atau paradigma “hikmah lima” yang belum dirancang sebelumnya, di tatar Sunda atau bahkan di dunia Islam. Anggapan ini menjadi mungkin PHL memang sebuah karya orisinil. Metode ini, sejauh ini, belum ada dalam buku dan buku apa pun. Yang ada mungkin hanya kemiripan. Misalnya, Usep Romli dikeluarkan, PHL ini ada kemiripan dalam gaya dengan kitab Al-Munabbihat dan lain-lain Isti’daat li Yaumil Ma’adkarya Ibnu Hajar al-Asqalani (abad ke-9). Isinya mirip dengan “hikmah lima” yaitu dari “dua sampai ke sepuluh.” Karya Ibnu Hajar ini disyarahi, diulas dan dikomentari oleh Syeh Imam Nawawi al-Bantani menjadi kitab Nashaihul Ibaadyang banyak dikaji di pesantren-pesantren. Namun, rupanya Usep harus menerima imbalan karya Endang ini adalah “dalam kemampuannya menggunakan bahasa Sunda menjadi aforisma-aforisma yang mengandung hikmah untuk direnungkan.” yang dibacanya dalam penuturan hikmah serba lima. Meskipun membahas beberapa masalah, analisisnya, tetap terbagi dengan pola lima, dan dituturkan dalam bahasa hikmah yang sangat menakjubkan. Tentu saja mampu memparadigmakan yang demikian itu, dibutuhkan aktivitas kontemplasi atau perenungan yang dalam. ”Prof. para pemikir telah membuktikan dan menjelaskan islam melalui cara-cara teks, fikir (ra’yu) dan rasa (dzauq). Metode terbaik, menurutnya adalah gabungan ketiganya. Ajaran Endang, menurut Tafsir, agaknya mencoba merintis gabungan metode tersebut. Dalam sejarah, metode ini sebelumnya telah dirintis oleh Imam Al-Ghazali, keberhasilan Mulla Shadra(al-Maqtul atau al-Syahid). Metode Pengantar ini disebut Ilmu Hudhuri.
Dari aspek bahasa, sebagai fokus tulisan ini, bagi para ulama / kiayi sepuh dan peminat bahasa dan sastra Sunda, PHL ini sangat menarik. Ia mengungkap tentang makna kemenangan dan kedalaman makna Bahasa Sunda terutama sebagai Islam spiritual menengah. Keberhasilan Islamisasi para wali dan ulama dulu di wilayah Sunda sangat mungkin ditunjang oleh kekayaan bahasa Sunda seperti ini. Karena, bahasa kelenturan akan membuat kelenturan dakwah dan menyebarkan agama. Bila anggapan ini benar, maka anggapan Sunda dianggap penting dalam proses penyebaran Islam dan proses internalisasi pesan-pesan agama ke dalam hati sanubari dan perasaan orang Sunda, sehingga Islam mudah diterima masyarakat. Inilah kelebihan dakwah kultural. Lebih jauh lagi, setuju dengan Usep Romli,Wallahu a’lam !!!
