Memperingati 1 tahun kematian

Mungkin Anda bertanya, apakah ada dalil dalam agama ini yang meminta seseorang untuk memilih waktu tertentu untuk melakukan amal shalih tertentu, dan apakah itu dilakukan dengan berketerusan? Jawabnya, ada. Simaklah penjelasan berikut ini:

Dalam ash-Shahihain diundang sebagai berikut:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم يأتي مسجد قباء كل سبت, ماشيا وراكبا, وكان عبد الله بن عمر رضي الله عنهما يفعله

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra berkata,” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu datangi Masjid Quba setiap hari Sabtu, baik dengan berjalan kaki maupun berkendaraan, melalui Abdullah bin Umar ra pun selalu dapat dilakukan. “ (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam menjelaskan hadits ini, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

ْArtinya: “Hadits ini dengan sekian jalur yang berbeda ditunjukkan pada hari-hari tertentu untuk melakukan amal shalih dan dilakukan terus-menerus.” ( Fath al-Bari, 3/69).

Pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani ini menjelaskan kepada kita bahwa kita harus memilih waktu-waktu tertentu untuk mengamalkan amal shalih tertentu dan dilakukan secara terus menerus. 

Dengan kata lain, Anda dapat menentukan, misalnya membaca surat Yasin setiap malam Jumat, membaca surat ar-Rahman setiap malam Senin, bersedekah setiap pagi di hari Jumat, dan seterusnya. Anda pun bisa menjawab doa-doa tertentu pada hari-hari tertentu. Terkait dengan Anda dapat membaca surat Yasin dan dzikir tahlil serta doa pada hari ke-7, ke-40 dan seterusnya dari kematian seseorang. 

Penentuan waktu-waktu yang demikian pasti tercakup dalam keumuman makna yang terkandung dalam hadist di atas.

Jika ada yang mengatakan bahwa hari-hari yang ada dalam tradisi 7, 40, 100 dan seterusnya itu berasal dari agama Hindu jelas salah. 

Karena dengan hadits di atas kita diizinkan untuk menentukan waktu-waktu tertentu guna mengamalkan amal tertentu dan dilakukan terus-menerus, seperti yang disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di atas.

Demikian pula dengan waktu pelaksanaan tradisi kenduri arwah / tahlilan. Umat Islam, khususnya di tanah Jawa, biasanya dilakukan pada hari ke-7, ke-40, ke-100, membahas, dua tahun dan ke-1000 dari kematian seseorang. 

Berdasarkan hadits di atas dan penjelasan yang disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, maka hal itu diizinkan. 

Yang disebut boleh (mubah)adalah sesuatu yang jika dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak pula berdosa. 

Demikian pula, jika tidak, tidak berpahala dan tidak berdosa. Artinya, tentukan hari-hari tertentu yang ditentukan berpahala. 

Yang mengandung pahala adalah amaliah yang dikerjakan di dalamnya. 

Jadi, tentukan hari-hari tertentu berikan bantuan apa pun bagi si mayit dan tidak boleh berikan pahala bagi yang melakukan; Namun amaliah di dalamnya terdiri dari pembacaan surat Yasin, berbagai macam dzikir dan doa dalam tahlilan, terkait yang akan memberi manfaat bagi si mayit jika pahalanya diniatkan untuknya.

Hal yang sama juga terjadi pada waktu penentuan-waktu tertentu untuk menghadiri pengajian / majelis taklim. Misalnya, ada yang mengalihkan pengajian yang dilakukan setiap Ahad pagi. 

Penentuan semacam itu disetujui berdasarkan hadits di atas. Memilih waktu pengajian setiap hari Ahad pagi memberikan pahala apa pun bagi pelakunya. Yang menghasilkan pahala adalah amaliah yang dilakukan di sini, yaitu majelis taklim / pengajian yang dilakukan pada waktu Ahad pagi tersebut.

Diterbitkan oleh Ustadz Yachya Yusliha

Hidup harus lebih baik

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai