Pentingnya Ulama dan Umara Bersatu dalam Islam
“Ada dua golongan di antara umat manusia yang saling bertemu baik maka akan baiklah seluruh manusia, dan memenangkan golongan kedua itu rusak maka rusaklah seluruh manusia, yaitu ulama dan umara” (HR. Abu Nu’aim).
Ulama menurut bahasa adalah kata sifat yang berasal dari kata alim, artinya orang yang tahu atau ahli dalam bidang ilmu. Kemudian dari kata sifat dipakai menjadi istilah dan kata nama golongan umat yang mempelajari ilmu agama islam, yang dinamakan ulama. Pemakaian istilah itu dipertegas oleh hadits, “Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para Nabi” (HR. Abu Daud dan Turmudzi).
Ulama termasuk pemimpin katagori yang di golongkan sebagai pemimpin nonformal. Ulama mengakar di masyarakat dan menjadi panutan karena keluasan ilmu, kepribadian serta keikhlasannya. Memimpin pemimpin formal adalah para pejabat dan penguasa yang memiliki otoritas legalitas dan diberi amanah untuk memahami dan mengendalikan masyarakat yang dalam istilah agama disebut umara.
Ulama dan umara memiliki tugas dan tanggung jawab di hadapan Allah SWT, karena ilmu dan kekuasaan mewakili amanah Allah. Ilmu harus digunakan dengan ikhlas dan jujur, kekuasaan harus dijalankan dengan benar dan adil.
Islam dapat berdiri dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan negara saat ini antara ulama dan umara (penguasa) saling menghormati dan mendukung serta bekerja sama dengan ikhlas untuk kesejahteraan umat manusia. Para ulama harus berada di tempatkan pada posisi dan kedudukannya sebagai pembina umat. Ulama memiliki tugas utama melakukanTafaqquh fid diin (memberikan pemahaman tentang agama) dan memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membimbing umat dengan petunjuk-petunjuk ilahiyah (ketuhanan).
Imam Ghozali menerangkan bahwa ada tiga macam ulama bertipe. Pertama, mereka yang memcelakakan dirinya dan mencelakakan orang lain, yaitu ulama yang terang-terangan mengejar duniawi dan menghadapkan diri sendiri mencoba. Kedua, mereka yang bahagia dan yang lainnya, yaitu ulama yang melakukan dakwah ilahiyah dengan penuh keikhlasan dan mensucikan-Nya lahir dan batin. Ketiga, mereka yang mencelakakan dirinya dan membahagiakan orang lain, yaitu ulama yang pada lahiriyahnya menyeru orang lain ke akhirat dan mengingatkan tidak diperdaya oleh dunia, sementara batinnya mencari mencari.
Renungi dan amatilah petikan dari pada kata-kata hujjatul Islam, Imam al-Ghazali: “Sesungguhnya rakyat rusak karena pemerintah, dan pemerintah rusak kerana Ulama. Sementara Ulama pula rusak kerana tamak akan harta dan pangkat. Maka siapa yang dikuasai oleh kecintaan kepada dunia, dia tidak akan memberikan nasihat kepada orang bawahan, apa lagi kepada pemerintah dan pembesar ”.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa umat atau masyarakat Insya Allah akan aman, beriman dan sejahtera, menerima memiliki pemimpin yang berjiwa ulama, atau ulama yang menjadi pemimpim. Karena ulama adalah pemimpim yang harus memiliki jiwa yang amanah, adil, jujur, profesional serta pengabdian untuk umat. Juga seorang pemimpin haruslah terbuka, harus memberikan andil yang positif untuk mendewasakan masyarakatnya. Berprilaku seperti ini menunjukkan bagaimana menjadi pemimpin yang siap dikoreksi, dikritik, dan dikasih masukan guna kemajuan bersama. Jika hal ini dilakukan, maka akan terbentuklah suatu komunitas yang harmonis, sehingga menjadi masyarakat yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, untuk menuju masyarakat yang maju.
Nah, inilah yang terpenting Ulama dan Umara harus bersatu padu untuk mensejahterakan bangsa sehingga menjadi bangsa yang berdikari dan terwujudnya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
Wallahu A’lam.
